Jakarta – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memperkuat sosialisasi dan pemberian efek jera terhadap pelaku penipuan berkedok investasi. Langkah ini diambil sebagai upaya pencegahan agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban penipuan.
Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri Komjen Arief Sulistyanto mengatakan akan menyediakan posko sebagai sarana bagi publik untuk bertanya atau mengonfirmasi tentang aplikasi atau perusahaan yang menawarkan investasi dan trading secara aman dan legal.
“Harus ada media atau sarana bagi masyarakat untuk mengonfirmasi, (apakah) investasi ini benar atau tidak. Karena masyarakat aksesnya terbatas kan,” ujar Arief mengutip Antara, Jumat, 11 Februari 2022.
Arief menjelaskan Polri akan bekerja sama dengan beberapa lembaga, seperti Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Nantinya polisi dan lembaga ini akan saling berkoordinasi dalam memberikan edukasi kepada masyarakat.
Penipuan berkedok investasi tidak hanya terjadi baru-baru ini, lanjutnya, melainkan sudah berlangsung sejak lama. Arief mencontohkan kasus Koperasi Langit Biro pada 2007 yang memakan korban hampir 125.000 orang. Lalu ada kasus Wahana Globalindo dengan korban mencapai 38.000 orang dan kerugian sebesar Rp6,2 triliun.
Saat ini, dengan kehadiran teknologi, banyak masyarakat yang mengeluh terhadap investasi yang ternyata ilegal. Walhasil banyak kerugian yang muncul. Arief mencontohkan salah satunya adalah trading binary option Binomo.
Pelaku penipuan berkedok investasi itu memanfaatkan kecanggihan teknologi dengan menggunakan robot trading. Mereka memiliki server di luar negeri dan kemudian di dalam negeri menggunakan affiliator atau agen-agen (influencer) untuk memasarkan produknya.
Para pelaku menggunakan modus multi-level marketing (MLM), dimana semuanya menggunakan skema Ponzi. Dana atau uang dari para investor atau trader dibawa kabur oleh pelaku jika sudah mendapatkan keuntungan cukup banyak.
“Polri sudah mengingatkan masyarakat supaya dalam menginvestasikan dananya melihat dulu dan apa saja dasar bisnis yang dilakukan karena mereka akan menjanjikan keuntungan cukup tinggi. Padahal prinsip dalam investasi itu, keuntungan dan risiko sama-sama tinggi,” kata Arief.
Ia melanjutkan dalam tindak penipuan berkedok investasi tidak cukup hanya dengan penyidikan saja. Langkah lainnya ialah bagaimana melakukan antisipasi, siapa yang harus mengawasi, siapa yang harus menindak, dan diperlukan langkah-langkah yang cepat.
Selain itu, perlu satu regulasi kuat dengan sanksi tegas. Sebab, penanganan kasus penipuan saat ini berbeda dengan sebelumnya. “Sekarang tidak cukup dengan KUHP saja, tapi pelaku sudah menggunakan teknologi informasi, sehingga pembuktiannya cukup sulit,” ujar Arief.
Kabarhakam Mabes Polri mengungkapkan para pelaku akan bermain pada sistem yang ada di teknologi informasi sehingga penindakan tidak cukup dengan KUHP dan UU ITE. Arief menilai harus ada aturan atau undang-undang lain yang dipakai untuk memberikan efek jera.
“Yang paling penting adalah bagaimana bisa melakukan pelacakan aset untuk mengembalikan kerugian dari korban. Karena para investor yang menjadi korban ini baru melapor setelah rugi. Ketika untung dia tidak akan mau melapor. Untung diam-diam saja, ketiga rugi bersuara,” ujarnya.
Arief menyatakan saat ini Baharkam Polri sedang gencar melakukan sosialisasi agar masyarakat waspada terhadap penipuan bermodus investasi.
Baca: Waspadai Risiko Bermain Binary Option, Seluruh Modal Bisa Ambyar